Teks

Selamat datanng di Blog BEM Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk saran silahkan dapat dikirimkan ke Email kami: bemf.ushuluddin_uinjkt@yahoo.co.id

Jumat, 11 Mei 2012

Homoseksual, Gay dan Lesbian dalam Perspektif al-Qur'an


Pendahuluan
Orientasi seks menyimpang yang terjadi akhir-akhir ini menyedot perhatian masyarakat. Bermacam kasus bermunculan disebabkan karena perilaku seks yang menyimpang dan dampaknya. Misalnya kasus  pembunuhan yang menjerat seorang laki-laki dari jombang jawa timur, Ryan, beberapa waktu lalu yang terang-terangan tanpa malu menyatakan bahwa dirinya adalah seorang homoseks. Penyimpangan seksual yang kian marak di masyarakat adalah fenomena sosial yang tidak hanya berdampak buruk terhadap anak-anak dan para remaja yang sedang menginjak usia pubertas, tetapi juga bagi orang dewasa. Gaya hidup dan seks bebas menjadi salah satu alasan mengapa tingkat penyimpangan seks di masyarakat kian bertambah.

Pengertian Homoseks
Dalam kamus Bahasa Indonesia homoseks adalah hubungan seks dengan pasangan sejenis, homoseksual adalah keadaan tertarik kepada orang dari jenis kelamin yang sama. Istilah lain yang digunakan untuk mengartikan perilaku homoseks adalah sodomi,yang dalam istilah kedokteran berarti hubungan seks melalui anus, yakni hubungan seks yang  dilakukan orang-orang yang homoseks, gay dan waria.
Homoseksual dalam Al-Qur’an
Perbuatan  homoseksual dan akibatnya disebutkan  dalam al-Qur’an diantara kisah-kisah umat nabi-nabi yang durhaka dan dijatuhi hukuman oleh Allah, yaitu kisah  umat nabi Luth. Informasi al-Qur’an tentang homoseks, liwath atau sodomi dalam Islam diungkap dalam al-Qur’an
Artinya: “Dan (Kami juga Telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia Berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?"(80). “Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, kamu  adalah kaum yang melampaui batas”. (81). (QS al-‘Araf [7] 80).
Ayat ini menegur kaum nabi Luth yang melakukan tindakan yang sangat buruk yang perlu diluruskan yaitu melampiaskan nafsu syahwat kepada sesama jenis,  sehingga perbuatan tersebut disifati sebagai al-fahisyah. perbuatan mana tidak pernah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, karena perbuatan itu melanggar fitrah manusia dan tujuan penciptaannya, yaitu memiliki kecendrungan kepada lawan jenisnya untuk memelihara kesinambungan jenis manusia di dunia. Dalam QS al-Syu’ara [26]166: disebutkan bahwa mereka telah meninggalkan wanita pasangannya yang secara naluriah seharusnya kepada merekalah laki-laki menyalurkan naluri seksualnya ( QS. al-Baqarah [2] 223).
Kalau hubungan antara dua jenis selain dilandasi oleh kenikmatan jasmani juga kenikmatan rohani dan tanggung jawab memelihara keturunan sebagai hasil dari hubungan tersebut, Orang yang melakukan homoseksual hanya merasakan kenikmatan jasmani, lepas dari tanggung jawab sebagai akibat dari perbuatannya. Oleh sebab itu, potongan ayat berikutnya menyebutkan orang-orang yang melakukan homoseksual sebagai orang-orang yang melampaui batas, yaitu melampaui batas fitrah manusia, karena hubungan seks yang merupakan fitrah manusia hanyalah kepada lawan jenisnya.
Penyimpangan perilaku seksual dari para laki-laki kepada laki-laki, menurut Hamka dalam tafsirnya menyebabkan perempuan tidak diberi kepuasaan setubuh oleh laki-laki, maka penyakit semacam ini berjangkit pula di kalangan sesama perempuan. Dari sini muncullah istilah lesbian. Dengan demikian kaum Luth saat itu telah memberikan contoh terburuk untuk semua manusia sepanjang zaman. Di era modern ini penyimpangan seksual semakin marak, bahkan dengan dalih Hak Asasi Manusia sehingga banyak orang yang kemudian mencoba melegalkan perilaku ini sebagai  pilihan atas dasar hak asasi manusia. Namun Islam tidak membenarkannya baik secara fitrah maupun sunnatullah. Karena manusia secara fitrah diciptakan berpasang-pasangan,(QS. Adz-Dzariat [51]: 49) bukan mahluk  yang berjenis kelamin sama.
Menurut pakar Andrologi dan seksologi, Wimpie Pangkahila, seseorang berpotensi menjadi homoseks karena beberapa faktor, diantaranya gangguan psikoseksual pada masa kecil, faktor biologis (kelainan otak dan genetik), faktor sosio kultural dan faktor lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendapat yang mengatakan homoseks terbentuk karena faktor biologis merupakan pendapat yang masih kontroversi. Psikolog Dadang Hawari bahkan mengatakan bahwa faktor utama penyebab homoseksualitas adalah lingkungan. Keberadaan faktor-faktor di atas yang membuat seseorang bisa melakukan penyimpangan seks, tidak serta merta membenarkan perbuatan homoseksual itu sendiri, atau mengatakan bahwa menjadi gay atau lesbi adalah kodrat atau takdir, atau melegalkannya atas nama hak asasi manusia. Karena manusia adalah mahluk yang memiliki kebebasan untuk menentukan pilihannya. Dengan akalnya seharusnya manusia dapat mengendalikan dorongan-dorongan hasratnya, mengatasi tuntutan-tuntutan biologisnya sesuai dengan tuntunan agama, bukan dengan perbuatan yang bertentangan dengan hukum-hukum Allah swt. Allah telah menurunkan kitab suci yang telah menjelaskan hukum-hukumnya secara jelas, tentang perbuatan baik dan buruk tentang pahala dan dosa yang akan dimintakan pertanggung jawabannya kelak di akhirat.
 Tindakan homoseks tentu lahir dari gejolak dan dorongan yang bersifat instingtif atau gharizah. Gejolak ini timbul karena ada rangsangan. Untuk itu cara mencegah aktivitas seks  menyimpang tersebut adalah dengan menjauhi dan menghilangkan rangsangan-rangsangan terkait dengannya. Dalam masalah ini Rasulullah bersabda:”Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki ,jangan pula perempuan melihat aurat perempuan. Janganlah seorang laki-laki tidur dengan seorang laki-laki dalam satu selimut, begitu juga perempuan jangan tidur  dengan perempuan lainnya  dalam satu selimut”. (HR Muslim).  Laki-laki yang melihat aurat laki-laki atau perempuan melihat aurat sesama perempuan bisa terangsang. Ini adalah bibit dari penyimpangan seksual, apalagi kalau tidur dalam satu selimut. Islam sangat menjaga hal ini terbukti dengan perintah memisahkan kamar tidur anak,s baik dengan orang tua maupun dengan saudara kandungnya yang perempuan sejak anak berumur tujuh tahun atau sebelum baligh. Islam juga melarang penampilan laki-laki yang meniru perempuan dan perempuan yang meniru laki-laki (HR. Bukhari).Rasulullah juga menganjurkan berpuasa bagi orang yang  menghadapi rangsangan seksual tapi  belum mampu berumah tangga.
Cara lain mencegah penyimpangan seksual adalah dengan melarang dan menghentikan pornografi dan pornoaksi baik di TV maupun dunia maya apalagi terkait dengan film-film yang memamerkan dan mempromosikan penyimpangan seksual. Sesuai perintah Allah swt. yang melarang penyebaran al-fahisyah dikalangan orang mukmin, Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allah mengetahui, sedang, kamu tidak Mengetahui. (QS. An-Nur [24] 19).
Perbuatan homoseksual dianggap lebih keji dari perbuatan binatang, karena binatang tidak melakukan penyimpangan seks dengan sesama jenis. Manusia yang  diciptakan sebagai mahluk termulia dimuka bumi ini (QS al-Isra’[17]70), menghinakan diri dengan perbuatannya sendiri sehingga Allah menghinakan mereka. Firman Allah swt.
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (4 “Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) (5).(QS. At-Tin [95] 4-5).
Kaum Luth yang melakukan penyimpangan seksual dihukum Allah swt. sebagaimana QS. Al-‘Araf [7] 84:
Artinya:“Dan kami turunkan kepada mereka hujan (batu); Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu
Untuk menghindari semakin maraknya penyimpangan seksual di masyarakat karena dampaknya yang berbahaya seperti merebaknya penyakit HIV dan Aids, maka pemerintah dihimbau untuk memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang menyebar luaskan penyimpangan seksual secara kasat mata tanpa memperhatikan etika dan moral, Sejalan dengan perintah Allah swt. dalam QS. An-Nisaa [4] 16:
Artinya: “Dan terhadap dua orang (laki-laki) yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, Maka berilah hukuman kepada keduanya, Kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, Maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Permasalahan penyimpangan seksual harus ditangani secara terpadu, baik oleh pemerintah,spsykolog ,pemuka agama dan pendidik. Sebab bila tidak, Allah akan menimpakan hukumannya kepada kita semua. Disisi lain  apabila perbuatan kaum Nabi Luth itu tumbuh subur tentu akan mengganggu regenerasi kehidupan, karena fitrah alami seksualitas manusia lawan jenis adalah untuk perkembangbiakkan manusia selanjutnya.

Dr. Faizah Ali Syibromalisi, MA.
*Penulis Adalah Dosen Jurusan TH FU, Dekan FU IIQ Dan Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar