Teks

Selamat datanng di Blog BEM Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk saran silahkan dapat dikirimkan ke Email kami: bemf.ushuluddin_uinjkt@yahoo.co.id

Jumat, 11 Mei 2012

Dari Mana Harus Memulai Perubahan?

Perubahan : Hanya wacana?
Fakultas Ushuluddin menjadi jantungnya UIN, demikian salah satu semangat perubahan yang didengungkan oleh Dekan Fakultas Ushuluddin, Prof. Dr. Zainun Kamaluddin dalam beberapa kesempatan. Semangat perubahan ini sangat beralasan karena ushuluddin memiliki jurusan yang focus pada sumber utama umat Islam yaitu al-Qur’an dan al-Hadist. Sebuah jurusan yang seharusnya menjadi referensi atau pijakan utama bagi jurusan-jurusan yang lain. Hal ini, karena setiap penjelasan dalam berbagai disiplin ilmu selalu mengait-ngaitkan dengan ayat-ayat al-Qur’an atau Hadis. Sedangkan jurusan yang benar-benar mengupas al-Qur’an dan Hadis mulai cara baca tekstualnya sampai pada teori-teori memahami bahkan teori mengungkap makna batin al-Qur’an dan Hadist hanya jurusan Tafsir Hadis.
Namun, untuk mewujudkan cita-cita ideal ini membutuhkan kerjasama dari berbagai pihak. Sangat tidak tepat jika harapan ini hanya ditumpukan pada Dekanat, sang pemegang kebijakan. Demikian juga tidak akan berhasil secara optimal jika hanya dibebankan pada mahasiswa dan dosen sebagai pelaksana proses pembelajaran. Sebuah perubahan pasti membutuhkan proses yang tidak cepat dan tidak mudah. Masing-masing pihak harus mau melibatkan diri secara aktif dan tanpa pamrih.
Ibda’ bi Nafsik
Salah satu cara untuk mengawali perubahan adalah memulai dari diri sendiri (ibda’ bi nafsik). Ungkapan sederhana ini memiliki dampak yang luas. Masing-masing individu dalam masing lembaga atau ketiga pihak tadi harus memulai berubah. Pihak pimpinan, misalnya, memulai introspeksi diri, kemajuan-kemajuan apa yang pernah dialami di Ushuluddin dan kegagalan dalam bidang apa yang pernah terjadi. Dengan demikian, kemajuan-kemajuan masa lalu dapat dibangkitkan kembali dengan sedikit modifikasi sesuai kebutuhan saat ini dan kegagalan masa lalu diupayakan tidak terulang lagi. Pembacaan sejarah masa lalu seperti ini dapat dijadikan pijakan untuk kemajuan masa depan. Karena setiap periode pasti ditemukan kemajuan dan kegagalan dalama bidang-bidang tertentu. Menatap masa depan tidak mungkin menghapus jasa-jasa tokoh masa sebelumnya.
Pihak pengajar diharapkan juga mulai merenung kembali keberhasilan apa saja yang telah terwujud dalam proses belajar mengajar. Apakah sudah bisa memenuhi target utama yang telah direncanakan. Jika sudah, maka dapat dirumuskan cara pencapaiannya sehingga dapat dipertahankan dan kemudian ditingkatkan. Jika belum memenuhi target, apa saja kendalanya, sehingga dapat dimusyawarahkan solusi terbaiknya. Namun, peningkatan proses pembelajaran harus dilihat dari peningkatan atau kemajuan dari masa ke masa masing-masing individu, bukan dengan cara membanding-bandingkan satu dosen dengan dosen yang lain. Oleh karena itu sangat tidak tepat jika mengukur peningkatan perubahan seseorang dengan parameter perubahan yang dilakukan oleh orang lain. Karena masing-masing individu memiliki potensi sekaligus kelemahan yang berbeda-beda dalam bidang yang berbeda-beda pula.
Demikian juga, pihak mahasiswa harus ada niat untuk merubah diri sendiri menjadi lebih baik. Semangat memburu ilmu pengetahuan harus terus berkobar di mana saja dan kapan saja. Ilmu Allah Maha Luas dan Dia akan memberikan setetes ilmuNya pada hamba pilihanNya. Seorang hamba yang memang menurutNya layak untuk memperoleh ilmu dan hikmaNya. Oleh karena itu, perolehan ilmu jangan hanya terbatas pada pembelajaran di kelas yang hanya beberapa menit dengan beban beberapa silabus yang harus terselesaikan. Jika paradigma ini yang terbangun oleh mahasiswa, kelas adalah gudang segala ilmu dan dosen adalah ilmu itu sendiri, maka dia akan selalu mengalahkan pihak lain setiap kali merasakan kegagalan dalam proses belajarnya.
Disinilah hebatnya pesan “Ibda’ bi nafsik” merubah kebiasaan orang lain adalah sulit, tetapi lebih sulit merubah diri sendiri. Karena kesadaran untuk merubah diri sendiri berarti sadar pula bahwa dalam dirinya ada kekurangan atau ketidaksempurnaan yang mungkin tidak seorangpun mengetahuinya. Masing-masing individu, jika mau merenung, pasti menemukan titik-titik kelemahannya di balik kehebatan yang dimilikinya dan jika ada niat baik untuk berubah, pasti menemukan solusi untuk memperbaiki kelemahan.
Selamat menciptakan perubahan dalam diri sendiri. Semoga kita menjadi lebih bertanggungjawab atas segala amanah agar menjadi lebih baik dihadapan sang Kholiq dan lebih banyak memberi kemanfaatan kepada sesama makhluq. Keikhlasan kita kepada sesama makhluk,sampai kapanpun tidak akan sebanding dengan keikhlasan sang Kholik kepada makhlukNya.

Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA
Sekjur Tafsir Hadis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar